ABSTRAK: Pengomposan merupakan salah satu upaya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Pengomposan dapat dipercepat dan kualitas hasilnya dapat ditingkatkan dengan penambahan agen dekomposer. Saat ini, agen dekomposer yang diproduksi secara komersial untuk pengomposan terdapat dalam bentuk konsorsium mikroorganisme, disebut juga bioaktivator, dan cacing tanah dalam pembuatan vermikompos.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh agen dekomposer terhadap kualitas hasil pengomposan. Agen dekomposer yang akan diuji dalam penelitian ini adalah tiga produk bioaktivator komersial yang diberi kode EM, DS, dan SD serta cacing tanah spesies Lumbricus rubellus. Penelitian dilakukan pada tiga tahapan, tahap uji pendahuluan, tahap eksperimen, dan tahap analisis kompos. Pada tahap uji pendahuluan, dilakukan karakterisasi sampah rumah tangga dari lokasi sampel penelitian, yaitu RT 01 dan 02 Perumahan Bumi Abdi Praja, Subang. Uji pendahuluan tersebut dilakukan untuk menentukan komposisi bahan awal dan bahan tambahan yang dibutuhkan pada tahapan selanjutnya. Terdapat empat perlakuan dengan enam kali pengulangan dari masing-masing perlakuan pada tahapan eksperimen. Eksperimen dilakukan secara semi anaerob di dalam tong pengomposan yang berdiameter 30 cm dengan tinggi 40 cm. Pengomposan dilakukan hingga kompos terlihat matang. Parameter yang digunakan untuk menilai kualitas kompos adalah warna, tekstur, bau, suhu kompos, pH, kandungan hara (C-Organik, NTotal, rasio C/N, P2O5, dan K2O), dan Indeks Perkecambahan atau IP (dengan uji kecambah menggunakan Apium graveolens). Setelah 30 hari, ternyata kompos sudah terlihat matang untuk semua perlakuan. Hal tersebut ditandai dengan suhu tumpukan kompos yang sudah stabil dan mendekati suhu kamar, pH mencapai netral, warna kompos coklat kehitam-hitaman, bau seperti tanah, tekstur yang meremah, dan penyusutan berat mencapai 70% hingga 81% dari berat awal. Sedangkan pada tahap selanjutnya dilakukan analisis kandungan hara kompos dan uji perkecambahan untuk melihat tingkat toksisitasnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kandungan hara antar ketiga perlakuan dengan bioaktivator (p<0,05). Perbedaan nyata dijumpai pada kandungan hara antara perlakuan cacing tanah dengan ketiga bioaktivator. Kandungan hara pada perlakuan dengan bioaktivator lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan cacing tanah. Nilai indeks perkecambahan dari keempat perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara nyata. Keseluruhan nilainya (99,33- 114,76) menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan tidak bersifat toksik. Bila kualitas kompos dibandingkan terhadap standar kualitas SNI 2004, terlihat bahwa kompos dari keempat perlakuan agen dekomposer telah memenuhi standar untuk parameter fisik (bau, warna, tekstur, suhu, pH, kadar air) dan kandungan unsur makro (COrganik, N-Total, rasio C/N, P2O5, dan K2O). Secara umum terlihat bahwa, dalam proses pengomposan yang dilakukan selama 30 hari, penggunaan agen dekomposer berbentuk bioaktivator (EM, DS dan SD) menghasilkan kualitas kompos lebih baik dibandingkan dengan penggunaan cacing tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh agen dekomposer terhadap kualitas hasil pengomposan. Agen dekomposer yang akan diuji dalam penelitian ini adalah tiga produk bioaktivator komersial yang diberi kode EM, DS, dan SD serta cacing tanah spesies Lumbricus rubellus. Penelitian dilakukan pada tiga tahapan, tahap uji pendahuluan, tahap eksperimen, dan tahap analisis kompos. Pada tahap uji pendahuluan, dilakukan karakterisasi sampah rumah tangga dari lokasi sampel penelitian, yaitu RT 01 dan 02 Perumahan Bumi Abdi Praja, Subang. Uji pendahuluan tersebut dilakukan untuk menentukan komposisi bahan awal dan bahan tambahan yang dibutuhkan pada tahapan selanjutnya. Terdapat empat perlakuan dengan enam kali pengulangan dari masing-masing perlakuan pada tahapan eksperimen. Eksperimen dilakukan secara semi anaerob di dalam tong pengomposan yang berdiameter 30 cm dengan tinggi 40 cm. Pengomposan dilakukan hingga kompos terlihat matang. Parameter yang digunakan untuk menilai kualitas kompos adalah warna, tekstur, bau, suhu kompos, pH, kandungan hara (C-Organik, NTotal, rasio C/N, P2O5, dan K2O), dan Indeks Perkecambahan atau IP (dengan uji kecambah menggunakan Apium graveolens). Setelah 30 hari, ternyata kompos sudah terlihat matang untuk semua perlakuan. Hal tersebut ditandai dengan suhu tumpukan kompos yang sudah stabil dan mendekati suhu kamar, pH mencapai netral, warna kompos coklat kehitam-hitaman, bau seperti tanah, tekstur yang meremah, dan penyusutan berat mencapai 70% hingga 81% dari berat awal. Sedangkan pada tahap selanjutnya dilakukan analisis kandungan hara kompos dan uji perkecambahan untuk melihat tingkat toksisitasnya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kandungan hara antar ketiga perlakuan dengan bioaktivator (p<0,05). Perbedaan nyata dijumpai pada kandungan hara antara perlakuan cacing tanah dengan ketiga bioaktivator. Kandungan hara pada perlakuan dengan bioaktivator lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan cacing tanah. Nilai indeks perkecambahan dari keempat perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara nyata. Keseluruhan nilainya (99,33- 114,76) menunjukkan bahwa kompos yang dihasilkan tidak bersifat toksik. Bila kualitas kompos dibandingkan terhadap standar kualitas SNI 2004, terlihat bahwa kompos dari keempat perlakuan agen dekomposer telah memenuhi standar untuk parameter fisik (bau, warna, tekstur, suhu, pH, kadar air) dan kandungan unsur makro (COrganik, N-Total, rasio C/N, P2O5, dan K2O). Secara umum terlihat bahwa, dalam proses pengomposan yang dilakukan selama 30 hari, penggunaan agen dekomposer berbentuk bioaktivator (EM, DS dan SD) menghasilkan kualitas kompos lebih baik dibandingkan dengan penggunaan cacing tanah.
Kata Kunci: Sampah organik rumah tangga, agen dekomposer, kualitas kompos
TEKS LENGKAP..